GMSMEDIA.CO.ID – Perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi Jambi dan PT Putra Kurnia Properti (PKP) dalam proyek Jambi Bisnis Center (JBC) diduga mengandung kelemahan hukum yang berpotensi merugikan negara. Dugaan ini disampaikan oleh pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Siginjai, Firmansyah, SH, MH, setelah menelaah dokumen perjanjian yang ditandatangani pada 9 Juni 2014.
Proyek ini menggunakan skema Build Operate Transfer (BOT) dengan masa kerja sama selama 30 tahun. Dalam perjanjian tersebut, Gubernur Jambi saat itu, H. Hasan Basri Agus, bertindak sebagai pihak pertama, sedangkan Direktur PT PKP, Mario Liberty Siregar, sebagai pihak kedua. Lahan yang digunakan seluas 76.750 meter persegi merupakan aset milik Pemerintah Provinsi Jambi.
Menurut Firmansyah, perjanjian tersebut cacat sejak awal karena memberikan keleluasaan penuh kepada pengembang untuk mendirikan, mengelola, bahkan mengagunkan bangunan di atas tanah negara.
“Legalitas Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama pihak kedua membuka celah alih kepemilikan aset publik menjadi milik privat. Jika HGB dijadikan jaminan dan dibebani hak tanggungan, maka aset negara bisa saja beralih ke pihak ketiga tanpa kontrol negara,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa syarat formil dalam penandatanganan perjanjian belum sepenuhnya terpenuhi. Dalam hukum agraria, lanjutnya, HGB dapat diperpanjang atau diperbarui, sehingga setelah masa BOT berakhir, negara belum tentu bisa mengambil kembali lahan tersebut.
“Ini bentuk kealpaan pemerintah daerah dalam menjaga aset strategis publik. Nilai aset yang terancam bisa mencapai lebih dari Rp1,5 triliun,” ujarnya.
Selain persoalan hukum, Firmansyah juga menyoroti mangkraknya pembangunan fisik proyek JBC. Sesuai perjanjian, pembangunan seharusnya rampung dalam waktu lima tahun sejak perjanjian ditandatangani. Namun hingga kini, belum ada progres signifikan di lapangan.
Tak hanya itu, warga sekitar juga mengeluhkan dampak lingkungan akibat proyek ini. Sejak kawasan JBC dibangun, wilayah permukiman di sekitarnya kerap mengalami banjir.
LBH Siginjai, lanjut Firmansyah, saat ini tengah mengkaji data yang diberikan oleh klien mereka sebuah organisasi pegiat lingkungan di Jambi untuk kemungkinan pelaporan dugaan tindak pidana ke Mabes Polri, baik terkait perjanjian kerja sama maupun pelaksanaan pembangunan proyek JBC.
“Kami juga mendorong Pemerintah Provinsi Jambi untuk segera mengevaluasi keseluruhan isi kerja sama BOT ini,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur PT PKP Mario Liberty Siregar belum merespons saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp terkait status pembangunan JBC yang belum rampung meski tenggat 60 bulan sejak 2014 telah berlalu. Pesan yang dikirim masih centang satu dan belum dibalas hingga berita ini diterbitkan. (***)
Discussion about this post