Oleh: Firmansyah, SH.MH.,
Praktisi Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik
KERJA sama antara Pemerintah Provinsi Jambi dengan PT Eraguna Bumi Nusa (EBN) dalam pembangunan dan pengelolaan Pasar Angso Duo Baru sejatinya mengusung skema BOT (Build, Operate, Transfer). Perjanjian itu diteken pada 9 Juni 2014, dengan Nomor 06/PK.GUB/PU/2014 – 008/VI/EBN/PKS/2014.
Dalam perjanjian tersebut, Pemprov Jambi menyertakan aset berupa tanah seluas 71.757 meter persegi senilai lebih dari Rp167 miliar. Di sisi lain, PT EBN berkewajiban membangun pasar dan fasilitas penunjangnya dengan nilai investasi Rp146,1 miliar, serta membayar royalti sebesar Rp14,6 miliar selama masa kerja sama lima tahun.
Ini sudah jauh melewati batas akhir hingga kini pembayaran royalti sebesar Rp14,6 miliar itu belum juga disetorkan oleh pihak swasta. Bahkan, nilai pembangunan pasar Anso duo baru ini patut dipertanyakan dan layak diaudit, karena diduga tidak mencapai angka sebagaimana tertuang dalam perjanjian.
Situasi ini tentu mengindikasikan wanprestasi oleh PT EBN. Royalti adalah hak daerah, dan sudah semestinya Pemerintah Provinsi Jambi bertindak tegas: menagih, melayangkan somasi, bahkan menggugat secara perdata. Jika terdapat unsur penyimpangan dana atau penggelapan, maka pimpinan perusahaan pun harus bertanggung jawab secara hukum.
Perlu diingat, dalam skema BOT, kontribusi pihak swasta bisa berupa investasi, biaya operasional, hingga kewajiban finansial seperti royalti. Bila kontribusi itu tak dibayarkan dan berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara, maka masalah ini bisa masuk dalam ranah pidana korupsi.
Apalagi jika kemudian ditemukan adanya praktik penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintah yang melindungi atau membiarkan kewajiban itu tidak tertagih, atau bahkan menghapusnya tanpa dasar hukum. Lebih jauh, indikasi suap, gratifikasi, atau perbuatan melawan hukum lainnya juga bisa membuka pintu proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Oleh sebab itu, langkah sebuah LSM di Jambi yang melaporkan persoalan ini ke kepolisian dan menyampaikan informasi ke KPK merupakan tindakan yang tepat. Ini bukan semata-mata soal wanprestasi bisnis, tetapi menyangkut potensi kerugian keuangan negara akibat ketidakpatuhan terhadap perjanjian yang sah.
Sudah saatnya pemerintah daerah menunjukkan keberpihakan pada prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Jangan sampai aset negara dikuasai, tetapi kewajiban terhadap negara diabaikan. BOT bukan berarti Bebas Operasi Tanpa Tanggung Jawab.(***)
Discussion about this post