Oleh : Firmansyah, S.H., M.H.
Praktisi Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik
Di balik gegap gempita pembangunan infrastruktur di Provinsi Jambi, diam-diam muncul jejak keliru yang tak boleh dibiarkan terus berulang: proyek-proyek bernilai triliunan rupiah dibangun tanpa perencanaan matang, tanpa dasar kebijakan yang jelas, dan tanpa keterlibatan publik yang memadai.
Mari kita mulai dari dua proyek yang sejak awal menimbulkan tanda tanya besar: Islamic Center (IC) dan Sport Center (SC), masing-masing senilai Rp150 miliar dan Rp250 miliar. Kedua proyek ini masuk dalam APBD Provinsi Jambi tahun 2022. Namun anehnya, dalam APBD tahun sebelumnya 2021 tidak ditemukan pos perencanaan apa pun yang mendasari pelaksanaannya. Tidak ada studi kelayakan, tidak ada DED, tidak ada AMDAL, dan tidak ada dokumen pengadaan lahan. Semua muncul seolah dari ruang hampa.
Padahal, pasangan Al Haris–Abdullah Sani yang dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur pada Juli 2021, tidak pernah menyinggung proyek-proyek tersebut dalam kampanyenya. Namun hanya empat bulan setelah pelantikan, anggaran pembangunan dua mega proyek itu disahkan oleh DPRD. Tentu publik berhak bertanya: dari mana asal gagasan proyek ini? Untuk siapa? Mengapa begitu tergesa-gesa?
Kini, setelah pembangunan rampung, masyarakat menyaksikan kenyataan pahit. Islamic Center yang dibayangkan sebagai simbol kemegahan peradaban Islam, ternyata hanya berfungsi sebagai masjid biasa. Sementara Sport Center tidak lebih dari stadion sepak bola standar. Nilai proyek dan hasil yang ditampilkan tidak seimbang. Di sinilah kita melihat dengan jelas kegagalan merencanakan pembangunan secara substansial, bukan hanya seremonial.
Sayangnya, pola yang sama kembali terulang. Saat ini, Pemprov Jambi tengah menggulirkan proyek-proyek raksasa lainnya:Jembatan Batanghari 3: Rp1 triliun,Jalan Layang Mayang: Rp170 miliar dan Jalan Layang Paal 10: Rp250 miliar.
Jika ditotal, lebih dari Rp2 triliun uang rakyat kembali dipertaruhkan, tanpa adanya kejelasan apakah proyek-proyek ini sudah melalui prosedur perencanaan yang benar dan komprehensif. Apakah ada dokumen studi kelayakan? Apakah ada AMDAL? Apakah semua sudah dilelang secara terbuka dan transparan? Publik belum melihat jawabannya.
Pembangunan dengan skema multi years memang bisa menjadi solusi percepatan. Tapi bila tidak didahului oleh perencanaan matang, proyek jangka panjang justru berisiko menjadi beban jangka panjang pula—baik dari segi anggaran, teknis, maupun sosial. Proyek yang buruk perencanaannya biasanya akan bermasalah dalam pelaksanaan dan bisa mangkrak di tengah jalan, atau kualitasnya tak sebanding dengan nilai yang dianggarkan.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah pola kebijakan yang tampak berulang: usai pelantikan, proyek besar langsung muncul. Ini terjadi di periode pertama, dan tampaknya akan terjadi lagi di periode kedua. Hal ini mencerminkan adanya kecenderungan bahwa pembangunan bukan dimulai dari kebutuhan rakyat, melainkan dari skenario elite yang tidak transparan.
Apakah rakyat hanya dijadikan penonton proyek yang dibangun untuk kepentingan segelintir orang? Apakah uang daerah akan terus dihabiskan untuk membiayai proyek-proyek yang miskin manfaat dan minim urgensi?
Publik Jambi berhak menuntut perencanaan yang jujur, terbuka, dan berpihak. Setiap rupiah dalam APBD adalah amanah, bukan alat kepentingan. Tanpa perencanaan yang visioner dan akuntabel, proyek-proyek besar hanya akan jadi kuburan anggaran dan simbol kegagalan kebijakan.
Jambi tidak kekurangan dana, tapi Jambi kekurangan keberanian untuk membangun dengan benar.
Proyek multi years Islamic Center (IC) senilai 150 miliar dan Sport Center (SC) senilai 250 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jambi tahun 2022 ini ternyata tak pernah di rencanakan sebelumnya.
Dalam APBD tahun 2021 Provinsi Jambi tidak menganggaran persiapan yang matang dan terencana proyek SC dan SI tersebut.
Bahkan Pasangan Haris-Sani yang dilantik Juli 2021 ini tak pernah sekalipun menyentil rencana pembangunan SC dan SI dalam kampanyenya, namun anehnya empat bulan selang dilantik atau November 2021 DPRD Provinsi Jambi mengesahkan anggaran pembangunan SC dan SI dalam APBD 2022.
Dari riwayat penganggaran proyek SC dan SI ini dapat dipastikan Pemprov Jambi terburu-buru dengan mengabaikan studi kelayakan, penyusunan detail engineering design (DED), pengadaan tanah (jika diperlukan), dan analisis dampak lingkungan (AMDAL). Untuk memastikan ketersediaan anggaran dan tidak terjadi kendala anggaran di tengah jalan serta mencegah proyek multi years ini tak bermasalah, dibutuhkan perencanaan yang matang, penyiapan dokumen-dokumen lelang, kerangka acuan kerja (KAK) dan spesifikasi teknis.
Prinsip perencanaan yang matang sebelum pelaksanaan proyek multi years ini sejalan dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah yang baik, transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi.
Bangunan Mega Proyek SC yang hanya menjadi stadion sepak bola dan SI yang menjadi Masjid tentu tak sesuai harapan masayarakat Jambi, ini menjadi pembuka tabir kacaunya tata kelola keuangan dan pembagunan Pemprov Jambi.(***)
Discussion about this post