Oleh: Firmansyah, SH, MH
Praktisi Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik
Di tengah ambisi besar menjadikan Kota Jambi sebagai kota modern dan bahagia, ironi justru terpampang nyata di depan mata: gedung-gedung megah dan hotel-hotel mewah berdiri tanpa menyisakan lahan parkir. Akibatnya, bahu jalan publik dijadikan tempat parkir gratis, memacetkan lalu lintas, dan menyempitkan ruang gerak warga kota. Ini bukan hanya bentuk pelanggaran, tapi juga penghinaan terhadap tata kota dan akal sehat publik.
Kondisi ini menandakan bahwa Pemerintah Kota Jambi selama ini gagal menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan bangunan. Dimana peran Dinas terkait? Di mana sikap tegas kepala daerah terhadap bangunan tanpa fasilitas parkir yang terus menjamur?
Gedung dan hotel yang tidak memiliki lahan parkir adalah pelanggaran nyata terhadap prinsip dasar tata ruang dan persyaratan perizinan bangunan. Dalam regulasi nasional, setiap bangunan usaha wajib memiliki fasilitas parkir sebagai bagian dari dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Tanpa itu, izin seharusnya tidak pernah keluar. Jika izin sudah terbit, berarti ada kelalaian atau praktik pembiaran yang patut dicurigai.
Contoh paling terang-benderang adalah Hotel Shang Ratu. Hotel yang berdiri di pusat kota ini sejak awal berdiri sekitar tahun 2010 tidak memiliki fasilitas parkir yang memadai.
Hotel Shang Ratu terindikasi sengaja mengakali perizinan dengan memfaatkan lahan lahan parkir Hotel Ratu.
Hotel Shang Ratu yang tak memiliki lahan parkir ini juga mengakibatkan pengunaan parkir kendaraan tamu berjejer di badan jalan umum, mengganggu pengguna jalan lain, bahkan menimbulkan potensi kecelakaan.Jika ini bukan pelanggaran, lalu apa?
Pemkot Jambi wajib memiliki instrumen hukum yang jelas dan tegas: Peraturan Daerah atau Peraturan Walikota yang secara rinci mewajibkan setiap bangunan usaha menyediakan lahan parkir layak. Tanpa regulasi yang kuat dan sanksi yang tegas, pelanggaran akan terus terjadi dan kota akan makin semrawut.
Pelanggaran ini bukan hanya urusan administratif. Ini adalah kejahatan terhadap tata ruang kota. Pemkot harus menjatuhkan sanksi: mulai dari teguran keras, denda maksimal, hingga pencabutan izin operasional bagi gedung dan hotel yang tidak mematuhi aturan. Bahkan, jika perlu, lakukan pembongkaran bangunan yang terbukti melanggar. Jangan beri ruang kompromi.
Sudah cukup lama publik disuguhi wajah kota yang kacau karena ulah pengusaha nakal dan pemerintah yang longgar. Jika Kota Jambi ingin berubah, maka keberanian harus datang dari pucuk pimpinan. Pemimpin yang lemah hanya akan mewariskan kota yang amburadul.
Saatnya Pemkot Jambi memilih: berpihak pada kepentingan umum, atau terus melayani segelintir pemilik modal yang menabrak aturan.(***)
Discussion about this post