Oleh: Isralasmadi
Pengamat Kebijakan Publik
INFLASI memiliki dampak serius terhadap kondisi sosial dan ekonomi suatu daerah. Kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi secara terus-menerus membuat daya beli masyarakat menurun, nilai uang melemah, dan kesejahteraan masyarakat tergerus terutama bagi mereka yang berpenghasilan tetap, seperti buruh informal.
Bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, inflasi berarti semakin sulit memenuhi kebutuhan pokok. Ketimpangan antara si miskin dan si kaya pun makin melebar. Kelompok berpenghasilan tinggi umumnya memiliki aset yang nilainya justru meningkat saat inflasi, sementara masyarakat miskin harus berjuang lebih keras untuk bertahan.
Inflasi juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi daerah. Penurunan daya beli masyarakat membuat konsumsi melemah, sementara kenaikan suku bunga akibat tekanan inflasi menahan laju investasi. Kondisi ini paling terasa di wilayah pedesaan, di mana rumah tangga miskin lebih rentan terhadap guncangan ekonomi, terutama terhadap inflasi pangan.
Secara sederhana, inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam jangka waktu tertentu. Dampaknya, nilai uang menurun dan daya beli masyarakat berkurang. Misalnya, tahun lalu seseorang bisa membeli satu keranjang belanjaan berisi sayur, buah, dan lauk dengan Rp100.000. Kini, dengan jumlah uang yang sama, hanya sebagian kecil barang yang bisa dibeli.
Contoh lain, pada tahun 2000 uang Rp100.000 dapat membeli dua kemasan minyak goreng. Jika selama 10 tahun berikutnya inflasi rata-rata mencapai 10% per tahun, maka pada tahun 2010 uang Rp100.000 hanya cukup untuk membeli satu kemasan minyak goreng. Kondisi ini menggambarkan bagaimana inflasi bisa menyengsarakan rakyat kecil dan memperburuk kemiskinan.
Per September 2025, Provinsi Jambi mencatatkan inflasi sebesar 3,77% dan menempati posisi keenam tertinggi di Indonesia. Angka ini disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Tomsi Tohir, mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 1 Oktober 2025.
Untuk menekan laju inflasi, pemerintah daerah perlu sigap membangun sinergi antara pemerintah pusat, Bank Indonesia, dan partisipasi masyarakat. Strategi pengendalian inflasi sebaiknya difokuskan pada sisi pasokan meliputi produksi dan distribusi serta didukung oleh kebijakan fiskal dan moneter yang tepat.
Melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), pemerintah daerah diharapkan mampu menjaga ketersediaan dan kelancaran distribusi barang, menggelar operasi pasar, memantau harga serta stok kebutuhan pokok, dan meningkatkan hasil produksi. Dalam jangka panjang, penciptaan lapangan kerja baru menjadi kunci untuk memperkuat daya beli dan menyejahterakan masyarakat.(**)
Discussion about this post