Oleh : Firmansyah,SH.MH, Praktisi Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik
BELAKANGAN ini, perdebatan soal pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) kembali mencuat di salah satu media milik Pemerintah Provinsi Jambi. Isu yang disorot adalah tidak masuknya dana CSR ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim).
Hal ini sebenarnya bukanlah persoalan baru. Sebab, secara prinsip, dana CSR bukanlah bagian dari pendapatan negara atau daerah. Dana tersebut bersumber dari kewajiban sosial perusahaan, bukan dari pajak atau penerimaan negara lain yang wajib dicatat dalam APBD. Karena itu, tidak ada dasar hukum yang mengharuskan dana CSR masuk dalam APBD.
Namun, yang menjadi persoalan justru ketika pengelolaan dana CSR dilakukan langsung oleh kepala daerah baik bupati maupun gubernur tanpa mekanisme pengawasan yang ketat. Praktik seperti ini rentan menimbulkan politisasi, bahkan penyalahgunaan wewenang. Risiko inilah yang seharusnya menjadi perhatian bersama.
Idealnya, dana CSR dikelola secara terpisah dan transparan, bukan dimasukkan ke dalam APBD. Perusahaan sebagai pihak pemberi bertanggung jawab penuh atas pengelolaannya, sesuai rencana yang telah disepakati bersama masyarakat atau lembaga penerima manfaat. Pengawasan pun harus dilakukan oleh pihak independen agar tidak ada celah penyimpangan.
Untuk proyek pembangunan infrastruktur, skema ini tetap bisa diterapkan. Misalnya, saat dana CSR digunakan untuk pembangunan jalan layang di Jakarta atau pembangunan jalan rigid beton di Tanjabtim, pengelolaannya harus tetap berada di bawah tanggung jawab perusahaan. Setelah proyek rampung, barulah aset yang dihasilkan diserahkan atau dihibahkan secara resmi dan transparan kepada pemerintah daerah.
Proses hibah ini penting untuk memastikan aset tersebut masuk dalam daftar kekayaan daerah, sehingga pemerintah memiliki dasar hukum dalam pengelolaan dan pemeliharaannya. Dengan demikian, fungsi CSR sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan tetap berjalan, tanpa menabrak aturan keuangan negara.
Jadi, seharusnya tak ada lagi perdebatan soal perlu atau tidaknya dana CSR masuk ke dalam APBD. Yang dibutuhkan adalah sistem pengelolaan yang terbuka, akuntabel, dan tidak menyalahi aturan. Karena pada akhirnya, dana CSR memang bukan milik negara, tapi harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat.(***)
Discussion about this post