GMSMEDIA.CO.ID-Praktisi hukum dan pengamat kebijakan publik, Firmansyah, SH, MH, menanggapi keras Kabag Kominfo Kota Jambi, Abu Bakar, terkait polemik penggunaan QRIS sebagai metode pembayaran retribusi parkir di Kota Jambi. Ia menilai jawaban yang disampaikan Pemkot justru mengaburkan substansi kritik publik.
“Saya melihat pernyataan Abu Bakar hanya bersifat opini pribadi, tidak didasarkan pada data yang jelas ataupun koordinasi langsung dengan Wali Kota maupun dinas teknis terkait,” kata Firmansyah, Sabtu (28/6/2025).
Menurutnya, justru yang dikritik sejak awal adalah tidak adanya dasar teknis yang mengatur secara rinci penggunaan QRIS dalam transaksi parkir. Meski Pemkot menyebut telah memiliki payung hukum melalui Peraturan Wali Kota (Perwal) Jambi Nomor 32 Tahun 2018, Firmansyah menilai itu belum cukup.
“Pasal 5 ayat (3) Perwal 32/2018 menyebut pengaturan teknis dan operasional dilakukan melalui keputusan kepala daerah atau dinas. Nah, itu justru yang harus dijelaskan ke publik: mana regulasi teknisnya? Apa nomor keputusannya? Tanpa itu, argumen Pemkot lemah secara hukum,” tegasnya.
Ia juga membantah pernyataan Abu Bakar yang menyebut bahwa Perwal tidak perlu direvisi. Menurut Firmansyah, dalam tata kelola pemerintahan, Perwal memang tidak direvisi dalam arti diubah isinya, melainkan diganti dengan Perwal baru.
“Kalau substansi aturan lama belum menjawab kebutuhan saat ini, maka seharusnya diterbitkan Perwal baru yang menggantikan Perwal 2018. Ini yang tidak dipahami oleh juru bicara Pemkot,” ujar Firmansyah.
Ia juga menyoroti absennya penjelasan rinci tentang keputusan teknis, seperti soal penggunaan QRIS, tapping kartu, hingga mekanisme kawasan parkir langganan. Menurutnya, jika memang sudah ada keputusan Wali Kota atau Dinas Perhubungan, seharusnya itu yang dijadikan dasar hukum saat menjawab kritik publik.
Lebih lanjut, Firmansyah juga mengingatkan bahwa tidak semua warga Jambi siap dengan sistem pembayaran digital.
“Fakta di lapangan, masih banyak masyarakat yang belum punya rekening bank, apalagi paham soal QRIS. Belum lagi soal batas minimal transaksi di beberapa bank. Itu semua butuh kajian dan aturan yang jelas, bukan cuma semangat digitalisasi semata,” jelasnya.
Ia juga mempertanyakan urgensi pembentukan Satgas Terpadu Penertiban Parkir yang disampaikan Pemkot. Menurutnya, jika tujuan digitalisasi adalah efisiensi dan mencegah kebocoran, maka pembentukan satuan pengawas tambahan justru kontraproduktif.
“QRIS memang masa depan. Tapi jika Pemkot ingin mencegah kebocoran kas daerah, maka sebaiknya mulai dari pembenahan sistem parkir dan regulasinya. Libatkan bank sebagai mitra untuk mendorong penggunaan kartu prabayar seperti E-money, Brizzi, dan sejenisnya yang sudah umum dipakai untuk transportasi publik dan parkir,” ujarnya.
Firmansyah menegaskan bahwa kritik publik bukan untuk menyerang, tapi agar kebijakan berjalan tepat sasaran dan berpihak pada masyarakat.
“Pemkot tidak bisa menanggapi kritik dengan pernyataan kosong tanpa dasar teknis yang jelas. Humas tidak boleh asal bicara jika tak punya data. Transparansi bukan hanya soal teknologi, tapi juga tentang keterbukaan regulasi,” pungkasnya.(01)
Discussion about this post