GMSMEDIA.CO.ID – Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Provinsi Jambi, Yoshe Rizal, SH, mendesak Gubernur Jambi dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menjatuhkan sanksi tegas terhadap dugaan pelanggaran dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dalam proyek pembangunan Mall Jambi Business Center (JBC).
Menurut Yoshe, pelanggaran terhadap Amdal harus ditindak sesuai ketentuan hukum, yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Dalam PP tersebut, khususnya Bab XII Pasal 76–83, ditegaskan bahwa menteri, gubernur, atau wali kota memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha atau kegiatan yang melanggar izin lingkungan.
“Masalah seperti ini sulit ditegakkan karena sering terjadi tarik-menarik kewenangan antarlembaga,” kata Yoshe, Kamis (22/5/2025).
Ia menyoroti lemahnya pengawasan sejak berlakunya PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Padahal, Amdal merupakan prasyarat utama dalam penerbitan izin lingkungan. Dalam praktiknya, kata Yoshe, pelaku usaha kerap mengabaikan dokumen tersebut tanpa ada penindakan berarti.
“Penerapan sanksi administratif sesuai PP 27 Tahun 2012 semestinya menjadi langkah konkret untuk menjaga kelestarian lingkungan. Apalagi indikasi penyimpangan proyek Mall JBC sudah muncul sejak tahap awal pembangunan,” tegasnya.
Yoshe juga mempertanyakan lambannya penyelesaian proyek yang semula ditargetkan rampung dalam lima tahun, namun molor hingga 11 tahun. Sementara itu, permasalahan Amdal belum terselesaikan, dan kini warga di sekitar lokasi terdampak banjir.
“Ini perbuatan melawan hukum. Sanksi harus segera dijatuhkan. Kalau perlu, Gubernur Jambi harus menegaskan kembali komitmennya terhadap penegakan hukum lingkungan,” ujarnya.
Warga Terdampak Banjir, Pertanyakan Legalitas dan Dampak Lingkungan Proyek JBC
Banjir merendam permukiman warga di sekitar kawasan Jamtos dan JBC. Dalam sejumlah video dan foto yang beredar di media sosial, terlihat air setinggi lutut menggenangi jalan dan rumah-rumah yang sebelumnya tidak pernah terdampak banjir.
Salah satu warga terdampak, Faroq Novriandi, menyampaikan kekecewaannya melalui ulasan di Google Maps JBC. Ia mempertanyakan legalitas proyek tersebut dan menuding adanya kelalaian dalam kajian lingkungan.
“Rumah nenek saya dulu tidak pernah kebanjiran. Sekarang air masuk sampai ke dalam. Kami sangat terpukul,” tulis Faroq. Ia juga menanyakan apakah proyek JBC sudah dilengkapi dengan dokumen Amdal, studi kelayakan (feasibility study), dan Detail Engineering Design (DED) sebagaimana dipersyaratkan dalam regulasi.
“Setahu saya, semua dokumen itu wajib ada sebelum izin mendirikan bangunan diterbitkan. Tapi dengan banjir seperti ini, saya curiga aspek hidrologis diabaikan, terutama potensi genangan di sekitar bangunan,” tambahnya.
Faroq mendesak Pemerintah Kota Jambi, Dinas Pekerjaan Umum, serta pengelola JBC untuk bertanggung jawab. “Jangan sampai pembangunan demi bisnis justru mengorbankan kenyamanan dan keselamatan warga,” katanya.
Ahli Hukum: Warga Bisa Gugat Pemerintah dan Pengelola
Pengamat hukum dan lingkungan, Firmansyah, SH, MH, menyatakan bahwa warga yang terdampak banjir memiliki dasar hukum yang kuat untuk menggugat pihak-pihak terkait. Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Pasal 88 mengatur tentang tanggung jawab mutlak (strict liability), artinya pelaku usaha dapat dimintai pertanggungjawaban tanpa harus membuktikan unsur kesalahan. Sedangkan Pasal 91 memberi hak kepada warga untuk menggugat jika dirugikan akibat kerusakan lingkungan,” jelasnya.
Ia juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan pemerintah daerah dalam dua tahun terakhir. “Jika terbukti JBC menjadi penyebab banjir, maka bukan hanya pengelola yang harus bertanggung jawab. Pemerintah pun bisa digugat karena lalai menjalankan kewenangan pengawasannya,” tegas Firmansyah.(zir/*)
Discussion about this post