Oleh : Firmansyah Lawyer
PEMERINTAH Provinsi Jambi didesak untuk lebih transparan dan serius dalam menyelesaikan proses pengalihan Participating Interest (PI) 10% dari PetroChina di Wilayah Kerja (WK) Jabung. Pengelolaan PI 10% merupakan mandat regulasi yang sudah semestinya dijalankan demi kepentingan masyarakat daerah, khususnya Jambi sebagai daerah penghasil minyak dan gas bumi (migas).
PI 10% adalah bentuk partisipasi pemerintah daerah dalam pengelolaan sektor migas. Ketentuan ini mewajibkan perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia untuk menawarkan 10% saham kepada pemerintah daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Di Jambi, proses ini masih berlangsung dan belum tuntas, meskipun PetroChina telah beroperasi sejak 1993 dan kontraknya diperpanjang hingga 2043.
Seharusnya, Pemerintah Provinsi Jambi bersikap proaktif dalam mendorong percepatan proses ini. Koordinasi dengan PetroChina dan BUMD yang ditunjuk, yakni PT Jambi Indoguna Internasional (PT JII), perlu dilakukan secara terbuka dan akuntabel. DPRD Jambi juga perlu ambil bagian dalam pengawasan dan mendorong sinkronisasi dengan pemerintah kabupaten, terutama Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) sebagai wilayah penghasil migas utama.
Kekecewaan Bupati Tanjabbar yang merasa tidak dilibatkan dalam proses ini menunjukkan lemahnya koordinasi dan minimnya transparansi. Hal ini tidak boleh dibiarkan, sebab PI 10% semestinya menjadi peluang besar untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kesejahteraan masyarakat di daerah penghasil.
Pengalihan PI 10% tidak bisa dilakukan sembarangan. Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 37 Tahun 2016, hanya BUMD yang memiliki legalitas jelas dan didirikan melalui Peraturan Daerah (Perda) yang bisa menerima tawaran saham tersebut. Selain legalitas, BUMD juga harus memenuhi syarat teknis lain, seperti kemampuan finansial, kelayakan bisnis, dan kesiapan operasional.
Pertanyaannya, apakah PT JII sudah memenuhi seluruh kriteria tersebut? Jika belum, maka proses pengalihan PI 10% rawan bermasalah secara hukum dan tata kelola. Padahal, bila dikelola dengan benar, PI 10% bukan hanya berkontribusi terhadap PAD, tapi juga bisa mendorong transfer teknologi, transparansi data lifting dan cadangan migas, serta penguatan kapasitas daerah.
Menteri ESDM memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi jika BUMD penerima PI tidak memenuhi ketentuan, termasuk pembekuan hingga pencabutan hak atas PI 10%. Karena itu, validitas dan kesiapan BUMD penerima tidak bisa ditawar.
Maka segera lakukan perbaikan di tubuh PT.JII agar proses PI 10% dapat segera dilaksanakan.
Jangan sampai Keterlambatan realisasi PI 10% ini juga menambah deretan agenda pembangunan era Gubernur Al Haris yang belum tuntas. Mulai dari jalan khusus batubara, hingga sejumlah mega proyek (Islamic Center dan Sport Center) yang belum kunjung diresmikan.
Wajar jika publik mempertanyakan komitmen dan keseriusan Pemerintah Provinsi Jambi dalam menyelesaikan hal-hal fundamental yang menyangkut hajat hidup rakyat.
Sudah saatnya Gubernur Al Haris menunjukkan keberpihakan nyata pada rakyat, bukan hanya dengan retorika, tetapi melalui langkah konkret. Keterbukaan informasi, pelibatan pemerintah kabupaten/kota, dan tata kelola yang transparan adalah keharusan, bukan pilihan.
Karena PetroChina beroperasi di Indonesia sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di sektor migas, yang artinya mereka menjalankan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas berdasarkan perjanjian dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas). Sementara itu, sumber daya migas di Indonesia tetap merupakan kekayaan negara, dan negara berwenang untuk mengelola dan mengontrolnya.
Rakyat Jambi berhak tahu ke mana arah pengelolaan dana dan sumber daya alamnya. Dan Pemerintah Provinsi Jambi wajib menjawab dengan transparansi dan akuntabilitas.(***)
Discussion about this post