Oleh: Firmansyah, SH., MH,Praktisi Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik
PUTUSAN Pengadilan Negeri Jambi terhadap Yanto, seorang aparatur sipil negara (ASN) yang terbukti melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur, menimbulkan keresahan publik. Vonis berupa hukuman dua tahun masa percobaan yang dijatuhkan majelis hakim dalam sidang terakhir jelas jauh dari rasa keadilan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut hukuman penjara selama tujuh tahun.
Meskipun hukuman percobaan membuat terpidana tidak menjalani hukuman pemasyarakatan (penjara), namun putusan ini tetap menyatakan terdakwa bersalah dan berubah status menjadi terpidana, dengan kata lain yang bersangkutan tetap di vonis telah melakukan tindak pidana dan kini menjalani masa pengawasan oleh negara.
Sebagai seorang ASN, perbuatan tersebut merupakan pelanggaran berat. Perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur bukan hanya tindakan kriminal, tetapi juga pengkhianatan terhadap amanah publik dan kehormatan profesi. ASN seharusnya menjadi panutan masyarakat, bukan justru menjadi pelaku kejahatan yang merusak masa depan generasi bangsa.
Dalam konteks kepegawaian, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara serta Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS dengan jelas mengatur bahwa PNS yang dijatuhi hukuman pidana karena perbuatan asusila dapat diberhentikan, baik dengan hormat maupun tidak dengan hormat. Bahkan, status hukuman percobaan tetap menjadi dasar hukum yang sah untuk proses pemberhentian ASN.
Oleh sebab itu, saya mendesak Gubernur Jambi untuk bersikap tegas terhadapat ASN Provinsi Jambi ini.
Tidak ada alasan menunggu atau membiarkan kasus ini berlalu begitu saja. ASN yang terbukti bersalah melakukan pencabulan harus segera diproses untuk diberhentikan. Penundaan hanya akan memperburuk citra institusi pemerintahan dan memperlihatkan lemahnya komitmen terhadap perlindungan anak.
Meski putusan ini belum berkekuatan hukum tetap karena JPU telah mengajukan banding, proses pengawasan harus dimulai sejak sekarang. Jangan sampai kita kecolongan lagi dengan membiarkan pelaku kejahatan tetap menerima gaji dari negara dan duduk di kursi birokrasi seolah tak terjadi apa-apa.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi seluruh pemangku kepentingan di Jambi. Gubernur harus memastikan ASN yang mencoreng nama baik institusi negara tidak diberi tempat dalam pemerintahan. Jika tidak, publik akan kehilangan kepercayaan terhadap integritas birokrasi.
Sudah saatnya kita menegaskan: ASN pelaku kejahatan seksual, apalagi terhadap anak, tidak pantas lagi mengabdi di institusi negara. Tegakkan aturan, bersihkan birokrasi dari pelaku kejahatan. Demi keadilan, demi anak-anak kita, dan demi marwah Pemerintah Provinsi Jambi.(***)
Discussion about this post