Oleh: Firmansyah, S.H., M.H.
GUBENUR Jambi Al Haris sejak periode pertama kepemimpinannya dengan meluncurkan tiga proyek ambisius: Islamic Center, Sport Center, dan Jambi Business Center (JBC). Ketiganya dipromosikan sebagai ikon pembangunan baru Provinsi Jambi. Namun hingga pertengahan 2025, manfaat nyata dari proyek-proyek ini belum kunjung dirasakan masyarakat. Sebaliknya, yang muncul justru adalah tanda tanya besar: untuk siapa pembangunan ini sebenarnya dilakukan?
Islamic Center: Megah di Spanduk, Kosong di Fungsi
Islamic Center dibangun di atas lahan bekas arena MTQ Nasional, hanya sekitar 100 meter dari Bandara Sultan Thaha, dengan anggaran Rp150 miliar dari APBD Provinsi Jambi. Proyek ini semestinya menjadi pusat kegiatan keagamaan dan destinasi wisata religi. Namun kenyataannya, yang berdiri di lokasi hanyalah sebuah bangunan masjid tanpa konsep utuh. Fasilitas penunjang tak tersedia, bangunan utama tampak belum layak pakai, dan fungsi strategis yang dijanjikan nyaris tidak terlihat.
Sport Center: Dari Proyek Olahraga ke Lahan Bermasalah
Nasib lebih pelik dialami proyek Sport Center. Semula dirancang sebagai kawasan olahraga senilai Rp250 miliar, namun kemudian berubah menjadi proyek pembangunan Stadion Swarnabumi yang kabarnya bisa menelan biaya hingga Rp500 miliar. Lokasi proyek pun berpindah dari Sungai Gelam ke Pijoan, Kabupaten Muaro Jambi, dengan dalih masalah legalitas lahan.
Ironisnya, lahan di Pijoan merupakan kawasan yang selama puluhan tahun dikenal sebagai milik Yayasan Pendidikan Jambi (YPJ), pengelola Universitas Batanghari (UNBARI). Gugatan hukum pernah diajukan YPJ ke Pengadilan Negeri Jambi, meski akhirnya ditolak. Namun konflik kepemilikan belum benar-benar usai. Masyarakat Jambi tentu masih ingat: papan nama UNBARI pernah terpampang jelas di sana, sebelum akhirnya diganti dengan proyek stadion. Jika YPJ memutuskan kembali menggugat dengan legal standing yang lebih kuat, sengketa bisa kembali mencuat.
Jambi Business Center: Pusat Bisnis Tanpa Arah
Contoh paling nyata dari lemahnya perencanaan berbasis kepentingan publik adalah Jambi Business Center (JBC). Proyek senilai Rp1,2 triliun ini dibangun di bekas kantor Dinas Peternakan, Simpang Mayang, Kota Jambi, melalui kerja sama dengan PT Putra Kurnia Properti. Groundbreaking dilakukan langsung oleh Gubernur pada 12 September 2022. Namun hingga kini, proyek tersebut masih menyisakan berbagai persoalan, mulai dari belum tuntasnya Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) hingga kontrak kerja sama yang sudah habis, sementara bangunan belum selesai.
Janji pembangunan mal lima lantai, hotel berbintang dengan ballroom berkapasitas 2.500 orang, serta 229 unit ruko ternyata tak membawa dampak signifikan. Tak ada inovasi ekonomi, tak ada model bisnis baru yang tumbuh. Proyek ini hanya menghasilkan deretan bangunan baru, tanpa konsep pemberdayaan ekonomi yang menyentuh akar masyarakat.
Yang lebih mengkhawatirkan, bila pendanaan proyek ini ternyata menggunakan pinjaman bank, maka publik harus menanggung beban cicilan, bahkan sebelum bangunan beroperasi.
Antara Cita dan Realita
Kegagalan tiga proyek besar ini mencerminkan lemahnya perencanaan, terburu-burunya pengambilan keputusan, dan minimnya transparansi dalam pembangunan. Proyek strategis semestinya lahir dari kajian matang, studi kelayakan yang kuat, dan didorong oleh kebutuhan riil masyarakat bukan sekadar ambisi politik atau pencitraan visual.
Gubernur bukan dinilai dari banyaknya proyek mercusuar yang dicanangkan, tetapi dari sejauh mana pemerintahannya menjawab kebutuhan dasar masyarakat. Seorang kepala daerah adalah pelayan publik, bukan manajer proyek semata.
Kini, masyarakat Jambi ingin melihat perubahan arah: cukup sudah mega proyek yang tak bermanfaat. Publik menuntut solusi konkret atas persoalan yang lebih mendesak seperti banjir akibat pengelolaan aset Pemprov yang buruk, kemacetan dan kerusakan jalan akibat angkutan batubara, serta ketimpangan pembangunan antarwilayah.
Proyek-proyek ambisius seharusnya tidak menjadi beban. Jika tidak membawa manfaat, maka yang tersisa hanya kebanggaan semu dan tumpukan persoalan baru.(**)
Discussion about this post