GMSMEDIA.CO.ID-Di balik gemerlap medali dan tepuk tangan penonton, ada kisah pilu yang perlahan terlupakan. Oki Yusmika, atlet taekwondo asal Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, yang pernah mengharumkan nama daerah di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON), kini terbaring lemah di ruang perawatan intensif RS Fatmawati, Jakarta Selatan.
Ia bukan lagi seorang petarung di atas matras, tetapi pejuang yang menghadapi rasa sakit tanpa henti—akibat kanker tulang agresif (sarkoma) yang menggerogoti tubuhnya sejak akhir 2024.
Minggu malam, pukul 23.00 WIB (13/7/2025), Gubernur Jambi Al Haris akhirnya datang menjenguk. Kedatangan itu seolah menjadi pengakuan bahwa Oki tak sendiri, meskipun selama berbulan-bulan, ia dan keluarganya harus berjuang dalam senyap.
“Saya sudah melihat langsung kondisi Oki. Ia masih sadar meski harus terbaring. Pemerintah Provinsi Jambi akan berupaya membantu pengobatannya,” kata Al Haris di sela-sela kunjungannya.
Oki adalah peraih medali perunggu PON Jawa Barat 2016 dan Papua 2021—prestasi yang dulu dibanggakan Jambi. Namun dalam sakitnya, Oki nyaris luput dari perhatian publik dan pemerintah. Istrinya, Wahyu Ningsih, menceritakan bagaimana penyakit itu bermula dari kram biasa, lalu berkembang jadi kanker tulang yang memaksa Oki kehilangan kakinya hingga panggul. Ia sudah menjalani radioterapi, transfusi lebih dari 50 kantong darah, dan terus mengalami pendarahan.
Kebutuhan obat-obatan mahal, seperti albumin senilai Rp3 juta per botol yang tak seluruhnya ditanggung BPJS, menjadi beban berat bagi keluarga. Sebagian besar biaya ditanggung mandiri, disertai bantuan swadaya dari rekan sesama atlet dan komunitas olahraga.
“Saya sampaikan kepada keluarganya agar tidak perlu bingung soal biaya. Pemerintah akan bantu. Saya juga minta KONI Jambi ikut turun tangan,” ucap Gubernur.
Ia juga menyampaikan rasa terima kasih atas dedikasi Oki selama ini, dan menegaskan bahwa kehadiran pemerintah adalah bentuk tanggung jawab moral terhadap atlet yang telah memberikan segalanya untuk Jambi.
Namun, bagi Oki dan keluarganya, waktu sudah berjalan terlalu lama. Sakit yang semakin parah dan beban ekonomi yang menghimpit semestinya tidak perlu terjadi jika perhatian itu datang lebih awal.
Di tengah kesunyian lorong rumah sakit, Oki masih bertahan—bukan hanya melawan kanker, tapi juga melawan lupa.(***)
Discussion about this post