Oleh: Firmansyah, SH, MH
Pembina LBH Siginjai
PRESIDEN Prabowo Subianto belum lama ini menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang percepatan pembentukan Koperasi Merah Putih di desa dan kelurahan. Sebuah langkah strategis yang patut diapresiasi. Namun, agar kebijakan ini benar-benar tepat sasaran dan tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari, perlu pengawalan serius, termasuk pemahaman yang kuat terhadap dasar hukumnya.
Secara normatif, program ini berakar pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Undang-undang tersebut menegaskan prinsip-prinsip koperasi sebagai badan usaha berbasis kekeluargaan, sekaligus menetapkan struktur organisasi dan ruang lingkup usaha koperasi.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 turut memberi arah tentang kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi serta UMKM.
Inpres No. 9/2025 dan Petunjuk Pelaksanaan Menteri Koperasi No. 1/2025 menjadi kerangka kebijakan yang memperjelas arah pembentukan koperasi ini, yang bertujuan memberdayakan masyarakat desa melalui usaha bersama, berbasis potensi lokal dan kepemilikan kolektif.
Pembentukan Koperasi Merah Putih tidak bisa dilakukan secara instan. Ada tahapan yang harus dilalui secara demokratis dan partisipatif, mulai dari pemetaan potensi desa (pra-Musdes), Musyawarah Desa Khusus (Musdessus), hingga pembentukan panitia dan penyusunan AD/ART. Koperasi yang terbentuk harus mencantumkan nama “Desa Merah Putih” atau “Kelurahan Merah Putih” disertai nama wilayah, sebagai simbol nasionalisme dan kemandirian.
Menariknya, program ini tidak hanya terbuka untuk pembentukan koperasi baru. Koperasi lama yang sudah tidak aktif pun bisa dihidupkan kembali, atau koperasi eksisting diperluas cakupan usahanya. Bidang usahanya pun fleksibel: dari toko sembako, layanan kesehatan, simpan pinjam, hingga unit produksi pangan lokal.
Program ini akan dijalankan secara bertahap. Pelatihan fasilitator dimulai Januari hingga Maret 2025, disusul pelaksanaan Musdes dan legalisasi koperasi pada April–Juni, dan ditargetkan peluncuran nasional pada 12 Juli 2025.
Di sinilah peran kepala daerah sangat penting, mulai dari gubernur, bupati hingga kepala desa. Namun, perlu diingat: koperasi bukan sekadar lembaga ekonomi, melainkan ruang kebersamaan yang menuntut integritas, komitmen, dan kerja sukarela dari para pengurusnya. Tanpa semangat kolektif, koperasi mudah kehilangan arah.
Pada akhirnya, Koperasi Merah Putih harus menjadi lebih dari sekadar program. Ia harus menjelma sebagai gerakan ekonomi rakyat, motor pembangunan berbasis komunitas, dan sarana nyata menuju kesejahteraan yang merata. Dan di sinilah tugas kita semua untuk memastikan semangat gotong royong tidak hanya tertulis di dokumen, tapi hidup dalam praktik.(***)
Discussion about this post