GMSMEDIA.CO.ID-Pemerintah Kabupaten Batang Hari melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) resmi menerbitkan Surat Izin Penggunaan Jalan (SIPJ) kepada PT Bumi Bara Makmur Mandiri. Izin tersebut berlaku selama satu tahun, mulai 17 April 2025 hingga 17 April 2026, untuk pemanfaatan ruas jalan umum di Desa Koto Boyo, Kecamatan Batin XXIV.
Penerbitan izin ini tertuang dalam Surat Nomor 551.21/05/SIPJ/DPMPTSP/2025 yang ditandatangani oleh Kepala DPMPTSP Batang Hari, Hendra Zumiral. Izin dikeluarkan berdasarkan regulasi lalu lintas dan peraturan daerah terkait pemanfaatan jalan, serta mengharuskan perusahaan untuk memenuhi ketentuan teknis angkutan. Jika melanggar ketentuan tersebut, izin dinyatakan gugur.
Namun, kebijakan ini justru memantik kekhawatiran publik. Di tengah maraknya pelanggaran oleh pengusaha tambang batubara di Provinsi Jambi, keputusan Pemkab Batang Hari memberi akses jalan umum kepada angkutan tambang dikhawatirkan akan memperparah kerusakan infrastruktur dan mengancam keselamatan warga.
Pendiri LBH Siginjai, Firmansyah, SH, MH, menilai penerbitan izin ini merupakan cerminan lemahnya pengawasan dan sikap permisif pemerintah daerah terhadap kepentingan korporasi. Ia menegaskan, negara kian dirugikan akibat perusahaan tambang yang tidak membangun jalan khusus sebagaimana mestinya, namun justru membebani jalan umum yang dibiayai dari APBD.
“Masalah ini bukan semata tanggung jawab Gubernur. Kepala daerah kabupaten/kota juga punya kewenangan hukum untuk mengatur lalu lintas angkutan batubara melalui Peraturan Bupati atau Wali Kota. Tanpa regulasi teknis ini, aparat tidak punya dasar hukum kuat untuk menindak pelanggaran,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa masyarakat Desa Koto Boyo telah menyampaikan keluhan kepada LBH Siginjai atas aktivitas angkutan batubara yang mengganggu kenyamanan dan merusak jalan desa. Dalam kondisi ini, menurutnya, Bupati Batang Hari tidak hanya berhak, tetapi juga wajib secara moral untuk menerbitkan Perbup yang mengatur dan membatasi lalu lintas batubara.
Firmansyah menegaskan, jika perusahaan terbukti melanggar, Bupati memiliki kewenangan mencabut SIPJ. Bila dibiarkan, kerusakan jalan akibat aktivitas tambang bisa membawa konsekuensi hukum bagi penyelenggara jalan. “UU Lalu Lintas menyebutkan, penyelenggara jalan yang lalai memperbaiki kerusakan hingga menyebabkan kecelakaan bisa dipidana 6 bulan atau denda Rp12 juta,” jelasnya.
Ia mendesak kepala daerah bertindak tegas. “Perbup atau Perwako bukan sekadar regulasi administratif, melainkan payung hukum perlindungan masyarakat. Jangan biarkan kepentingan ekonomi segelintir pengusaha terus mengorbankan keselamatan rakyat,” tegasnya.
Sementara itu, salinan izin ini juga ditembuskan ke sejumlah pihak, termasuk Bupati Batang Hari, Dinas PU, Dinas LH, hingga Camat Batin XXIV. Izin diterbitkan setelah PT Bumi Bara Makmur Mandiri mengajukan permohonan pada 14 April 2025 dan mendapatkan rekomendasi dari Dinas Perhubungan pada 17 April 2025.
Dengan berbagai protes yang mencuat, langkah Pemkab Batang Hari ini layak dipertanyakan: untuk siapa sebenarnya izin ini diterbitkan kepentingan rakyat atau kepentingan korporasi? (***)
Discussion about this post