Oleh: Firmansyah,SH.MH
PEMBANGUNAN Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan Angso Duo, Jambi, kini seperti menjadi potret buruk dari proyek pemerintah yang gagal fungsi. Setelah menelan anggaran sebesar Rp34,57 miliar dari APBD Provinsi Jambi ini dibangun oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi dan dikerjakan oleh PT Bumi Delta Hatten itu kini terbengkalai tanpa arah pemanfaatan yang jelas.
Publik bertanya-tanya ke mana arah kelanjutan proyek ini? Mengapa pada periode kedua kepemimpinan Gubernur Al Haris dan Wakil Gubernur Abdullah Sani, tidak satu pun dari 17 program unggulan menyentuh atau melanjutkan penataan RTH Angso Duo? Apakah proyek ini sengaja diabaikan, atau ada persoalan hukum dan teknis yang belum tuntas?
Jika menilik kondisi saat ini, RTH Angso Duo jauh dari konsep ruang hijau yang fungsional seperti di kota-kota lain, yang umumnya dimanfaatkan sebagai taman publik, area rekreasi keluarga, atau pusat kegiatan remaja.
Bahkan seharusnya membangun RTH ini tak perlu merogoh kantong pemerintah dari dana APBD, dibeberapa daerah RTH dan fasilitas umum bisa mengunakan fana CSR.
Apalagi bila melihat RTH Angso duo hari ini yang hanya memiliki sedikit bangunan dan pohon rasanya 3Miliar dana CSR sudah cukup.
Sebaliknya yang kita lihat hari ini RTH Angso Duo tampak sepi tak terawat, dan tidak memiliki dampak berarti bagi masyarakat sekitar.
Pertanyaan krusial lainnya, apakah masa pemeliharaan proyek oleh pihak kontraktor telah selesai? Jika ya, siapa yang bertanggung jawab atas keberlanjutan perawatan fasilitas ini? Tidak adanya kejelasan membuat dugaan publik kian liar. RTH yang tak berfungsi sebagaimana mestinya berpotensi menjadi proyek “asal jadi” istilah yang seringkali merujuk pada pekerjaan yang tidak memenuhi standar dan diduga sarat dengan penyimpangan anggaran.
Perlu ditegaskan, proyek yang tidak sesuai spesifikasi atau menyebabkan kerugian keuangan negara dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Dalam konteks ini, Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, dapat dikenakan kepada pihak-pihak yang terbukti menyalahgunakan wewenang atau memperkaya diri sendiri maupun orang lain dari proyek ini.
Pasal 2 UU Tipikor menyebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Sedangkan Pasal 3 mengatur hal serupa dengan tambahan unsur penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan.
Bila terbukti terjadi penyimpangan, pihak-pihak yang terlibat, baik di level penyelenggara proyek maupun pihak swasta, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana. Kegagalan proyek konstruksi akibat pelanggaran standar teknis dan ketentuan hukum jelas bukan sekadar kesalahan administrasi, melainkan berpotensi menjadi kejahatan terhadap keuangan negara.
Masyarakat Jambi melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM) kabarnya telah membuat Aduan ke aparat penegak hukum (APH) di Jambi, namun kita belum mendengar perkembangan berarti.
Bahkan informasi mengenai laporan tersebut cenderung ditutup-tutupi, seakan ada upaya membungkam persoalan agar RTH Angso Duo terlupakan begitu saja.
Padahal keterbukaan informasi publik dan transparansi terhadap proyek-proyek pemerintah menjadi kunci pencegahan korupsi.
Karena jika dibiarkan, proyek seperti RTH Angso Duo hanya akan menambah daftar panjang pembangunan mubazir yang dibayar mahal yang merugikan rakyat Jambi.(***)
Discussion about this post