GMSMEDIA.CO.ID-Sidang praperadilan aktivis tani Thawaf Aly terhadap Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jambi digelar di Pengadilan Negeri Jambi, Senin (20/10/2025) pukul 09.00 WIB. Sidang ketiga itu dipimpin oleh Halim Tunggal, Muhammad Deny Firdaus, S.H.
Permohonan praperadilan diajukan oleh tim kuasa hukum Thawaf Aly yang terdiri dari Ahmad Azhari, S.H., Agus Efandri, S.H., M. Syamsurizal, S.H., dan Ringkot Nedy Harahap, S.H. dari kantor hukum Pantasirua & Yatsirubisatya Law Firm, Talang Bakung, Kota Jambi.
Dalam permohonannya, tim kuasa hukum menyebut penetapan, penangkapan, dan penahanan terhadap Thawaf Aly oleh penyidik Subdit III Jatanras Polda Jambi tidak sah dan batal demi hukum.
Dalam replik yang diajukan ke majelis hakim, pemohon menyatakan bahwa tindakan penyidik telah melanggar Pasal 77 huruf a KUHAP karena dilakukan tanpa dasar hukum yang sah dan tanpa bukti permulaan yang cukup.
Kuasa hukum juga menilai dasar kepemilikan lahan yang digunakan penyidik, yakni sporadik tahun 2013, tidak relevan dengan locus perkara.
Melalui petitumnya, tim hukum Thawaf Aly memohon agar majelis hakim menyatakan penetapan klien mereka sebagai tersangka tidak sah dan batal demi hukum, menyatakan penangkapan serta penahanan terhadap pemohon tidak sah dan melanggar hak asasi manusia, memerintahkan termohon untuk segera membebaskan pemohon, serta memulihkan hak-haknya dalam kedudukan, harkat, dan martabatnya sebagai warga negara. “Penetapan hingga penahanan terhadap klien kami dilakukan sebelum pemeriksaan selesai, tanpa dasar hukum yang sah, dan melanggar hak asasi manusia,” tegas Azhari di ruang sidang.
Kasus ini bermula dari dugaan pencurian buah sawit di kawasan hutan Desa Merbau, Kecamatan Mendahara, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Pada 29 September lalu, Thawaf Aly ditangkap untuk diperiksa atas tuduhan pencurian dengan pemberatan sebagaimana Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP. Kuasa hukum menilai kasus ini sarat rekayasa dan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap petani karena akar persoalannya adalah sengketa lahan antara petani Merbau dan pengusaha sawit asal Medan, Sucipto Yudodiharjo. “Ini adalah skenario konflik lahan antara korporasi dan rakyat kecil. Penangkapan terhadap Thawaf Aly sangat tidak berdasar dan sarat kepentingan,” ujar Azhari.
Rekan se-timnya, Agus Efandri, menilai penegakan hukum terhadap mafia tanah seperti Sucipto sangat lemah, sementara terhadap petani kecil justru berlangsung cepat. “Mafia tanah seperti Sucipto bebas, sementara petani seperti Thawaf Aly langsung ditangkap. Ini bentuk ketimpangan hukum yang harus dilawan,” tegasnya.
Sidang praperadilan tersebut turut disaksikan rekan, mahasiswa dan petani yang memberikan dukungan moral kepada Thawaf Aly. Kuasa hukum berharap majelis hakim mempertimbangkan seluruh dalil hukum dan fakta persidangan secara objektif. “Kami percaya majelis hakim akan menilai perkara ini dengan adil dan menegakkan hukum berdasarkan hati nurani,” tutup Azhari usai sidang.
Sementara itu, pihak termohon dalam dupliknya menyatakan bahwa penetapan Thawaf Aly sebagai tersangka telah dilakukan sesuai dengan prosedur hukum dan berdasarkan alat bukti yang sah. Pihak Polda Jambi menegaskan bahwa tindakan penyidik sudah sesuai dengan ketentuan KUHAP dan peraturan yang berlaku.
“Penetapan tersangka terhadap Thawaf Aly dilakukan setelah melalui proses penyelidikan dan penyidikan yang sesuai serta dapat dibuktikan dalam tahap pembuktian selanjutnya,” ujar kuasa hukum termohon di hadapan majelis hakim.
Pihak termohon juga menolak seluruh dalil pemohon yang menyebut adanya pelanggaran prosedur dalam proses penangkapan dan penahanan. Menurut mereka, semua tindakan penyidik sudah didukung bukti permulaan yang cukup dan dilakukan secara sah sesuai hukum. Sidang praperadilan kemudian ditutup dan akan akan dilanjutkan, Selasa (21/10/2025) dengan agenda pembuktian. (**)
Discussion about this post