GMSMEDIA.CO.ID-Empat tahun sudah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Desa Pulau Pandan dan Karang Pandan, Kabupaten Kerinci, berjalan. Sejak awal, masyarakat dua desa itu mengaku mendukung penuh proyek strategis nasional tersebut. Tidak pernah sekalipun ada aksi premanisme, apalagi penghambatan. Bahkan, warga menjaga material proyek agar tidak hilang sebuah bentuk nyata dukungan masyarakat.
Namun, fakta di lapangan berbalik. Masyarakat menilai pihak perusahaan justru tidak menunjukkan iktikad baik. Alih-alih mengedepankan komunikasi terbuka dan pendekatan kolektif, perusahaan disebut lebih memilih cara-cara pendekatan individu, yang akhirnya menimbulkan kecurigaan.
Dampak sosial dan lingkungan pun mulai dirasakan. Warga mengeluhkan ketidakadilan kompensasi, keretakan hubungan antar saudara, kerusakan lingkungan, hingga berkurangnya hasil tangkapan ikan padahal lebih dari 80 persen mata pencaharian masyarakat bergantung pada sungai. Akses pengairan sawah dan jalan warga juga terganggu.
Berulang kali masyarakat menyampaikan aspirasi, baik secara lisan maupun tertulis, namun dianggap seperti angin lalu oleh perusahaan. Di tengah ketidakjelasan ini, masyarakat semakin kecewa ketika mengetahui bahwa para pemimpin desa dan lembaga adat yang diamanahkan menjaga kepentingan warga justru dianggap berpihak ke perusahaan.
“Kami tidak tahu lagi siapa yang bisa dipercaya. Kepala desa, lembaga adat, semua seolah bermain mata, bersembunyi di balik alasan mendapat tekanan,” keluh warga dalam pernyataan sikapnya.
Klimaksnya, mosi tidak percaya dilayangkan oleh warga kepada Kepala Desa Pulau Pandan dan Karang Pandan serta lembaga adat setempat. Mereka dituding melanggar kesepakatan yang telah dibuat dalam musyawarah terbuka yang mengatur bahwa semua keputusan terkait kompensasi harus melibatkan unsur kepala desa, BPD, lembaga adat, dan tokoh masyarakat.
Faktanya, perwakilan warga hanya mendapati kepala desa saja yang hadir dalam pertemuan di kantor PLTA. “Ada apa? Kenapa tidak sesuai kesepakatan? Ini mencederai kepercayaan kami,” tegas warga.
Kekecewaan memuncak ketika para kepala desa, BPD, dan lembaga adat menyatakan mundur tangan dari persoalan ini. Masyarakat pun mempertanyakan tanggung jawab moral mereka sebagai pemimpin.
“Kalau tidak sanggup mengurus persoalan rakyat, mundur saja. Pemimpin itu dipilih untuk melayani rakyat, bukan perusahaan,” kata perwakilan masyarakat.
Masyarakat Desa Pulau Pandan dan Karang Pandan kini melayangkan harapan mereka kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Gubernur Jambi, Bupati Kerinci, hingga anggota legislatif di pusat dan daerah. Mereka meminta persoalan ini diselesaikan dengan kepala dingin dan penuh keadilan.
“Kami mendukung proyek nasional ini, tapi jangan korbankan hak hidup kami. Ini bukan semata soal uang, ini soal masa depan anak cucu kami,” tegas mereka.
Mereka juga memperingatkan perusahaan PT Kerinci Merangin Hidro (KMH), selaku pengelola PLTA, agar tidak memprovokasi warga dengan mengadu domba masyarakat dengan pihak lain. “Jangan benturkan kami dengan siapa pun. Ini urusan masyarakat dan perusahaan. Kami akan mempertahankan hak kami sampai titik darah penghabisan,” ujar mereka.
Sebagai penutup, masyarakat meminta para pemimpin negeri ini tidak hanya menerima laporan manis di atas meja. “Turunlah langsung ke lapangan, lihat kenyataan yang ada. Karena seringkali laporan resmi hanya menampilkan yang baik-baik saja tak sesuai fakta di lapangan,” pungkas pernyataan warga.(***)
Discussion about this post